Sabtu, 11 Juni 2016

Di Manakah Al-Mu'tamid bin Abbad Zaman Ini


Oleh: Abana Ghaida
Sesungguhnya al-walaa` (loyalitas) dan al-baraa` (anti-loyalitas) adalah pokok agama paling agung dan fondasi Islam paling kokoh. Tauhid seorang hamba takkan terealisasi tanpa adanya al-muwalah (loyalitas) karena Allah, al-mu'adah (permusuhan) karena-Nya, kecintaan karena-Nya, dan kebencian karena-Nya. Sehingga dia mau loyal, mencintai, dan membela kaum muslimin, serta memusuhi, membenci, memerangi kaum musyrikin, dan berlepas diri dari mereka.
Al-walaa` dan al-baraa` merupakan akidah kokoh sekokoh gunung. Di dalam Al-Quran, al-walaa` dan al-baraa` menjadi hukum dengan dalil-dalil paling banyak dan paling gamblang setelah kewajiban bertauhid, dan pengharaman syirik. (Lihat: Sabilu An-Najat min Muwalat Al-Murtaddin wa Al-Atrak, Syaikh Hamad bin Atiq An-Najdi)
Prinsip loyalitas dan anti-loyalitas dalam Islam merupakan keyakinan yang harus bersemayam di dalam hati setiap muslim, yaitu memberikan walaa`-nya hanya kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, dan baraa` dari kekufuran, kemunafikan, kefasikan, kemaksiatan, dan para pelakunya. Al-walaa` adalah cinta, sementara al-baraa` adalah benci, yang keduanya mesti terpatri di dalam hati. Dari hati akan lahir perbuatan-perbuatan konkret yang merefleksikan kebenaran loyalitas atau mendustakaannya, dan menguatkan anti-loyalitas atau malah menganulir klaimnya.
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maa`idah [5]: 51)
Dengan tegaknya Daulah Islam, dunia kini terbelah menjadi dua kubu; kubu keimanan yang direpresantasikan dengan baik oleh Daulah Islam, dan kubu kekafiran yang diwakili oleh berbagai negara dan kelompok yang memerangi Daulah Islam. Sekarang ini, sebagaimana disebutkan di dalam Dabiq edisi 7, ketika dunia berjalan menuju al-malhamah al-kubra, pilihan hanya untuk berdiri netral takkan lagi berlaku. Zona abu-abu akan menjadi punah dan tidak ada tempat untuk seruan-seruan dan gerakan-gerakan abu-abu. Hanya akan ada kubu iman versus kubu kekafiran. Setiap muslim yang memiliki sebiji sawi keimanan, mestilah bergabung ke dalam kubu keimanan.
Seorang muslim kini harus memilih sikap tegas; bergabung membela Daulah Islam, maka dia akan selamat dari kemurkaan dan neraka Allah. Dan bila bergabung ke dalam koalisi kekafiran pimpinan Amerika Serikat dan Rusia, tolong-menolong dan bekerjasama dengan mereka, maka persiapkan diri untuk kekal di dalam neraka.
Allah menegaskan di dalam Al-Quran, "Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan." (Al-Maa`idah [5]: 80)
Allah menerangkan dalam ayat di atas, al-muwalah (loyal, bekerjasama) dengan orang-orang kafir menjadi sebab datangnya kemurkaan Allah dan kekal di dalam neraka, meskipun seseorang dalam kondisi takut, kecuali apabila dia dalam keadaan dipaksa (al-mukrah), dengan syarat-syarat ikrah (paksaan) yang disepakati secara syar'i. Lalu terlebih lagi jika ditambah dengan memusuhi tauhid dan para muwahhid, serta bekerjasama untuk melenyapkan negara yang di dalamnya berhukum dengan hukum Allah?!
Bahkan di ayat selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa al-muwalah dengan orang-orang kafir sejatinya menegasikan keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, dan syariat yang diturunkan kepada beliau. Allah berfirman, "Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik." (Al-Maa`idah [5]: 81)
Maka, setiap muslim wajib memiliki sikap al- walaa` wal baraa` tegas sebagaimana yang diajarkan millah Nabi Ibrahim. "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kami permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kamu beriman kepada Allah saja." (Al-Mumtahanah [60]: 4)
Sikap tegas al-walaa` wal baraa` seperti ini pernah terukir dalam sejarah, digoreskan dengan tinta emas oleh salah seorang pembesar kaum muslimin bernama Al-Mu'tamid bin Abbad. Kisah epik Ibnu Abbad menjadi salah satu kisah terkenal dalam antologi al-walaa` wal baraa`. Dia adalah salah seorang penguasa negeri kecil kaum muslimin yang tak kenal takut melawan hegemoni raja kafir di Andalusia.
Memasuki abad ke-5 Hijriyah, Daulah Umayah di Andalusia diterpa virus al-wahn (cinta dunia dan takut mati) yang mematikan. Sejumlah penguasa saling 'berbagi' kekuasaan atas negeri-negeri kaum muslimin. Mereka mendirikan duwailat (negara-negara kecil) yang saling memusuhi dan memerangi satu sama lainnya. Di saat yang bersamaan, kerajaan-kerajaan Kristen tengah meluas --terutama yang terdepan adalah kerajaan Castile-- menginvasi berbagai negeri kaum muslimin.
Kerajaan-kerajaan Kristen menerapkan pajak kepada muluk ath-thawaa`if (raja-raja kecil kaum muslimin).
Ironisnya, kondisi tersebut tidak memicu kaum muslimin untuk merapatkan barisan dan meninggalkan pertikaian demi persoalan dunia. Sebagian dari mereka malah meminta bantuan kepada raja-raja Kristen untuk menghempaskan yang lainnya, demi menghentikan serangan pasukan Kristen ke kerajaan mereka. Bahkan parahnya, mereka tidak merasa keberatan mengorbankan kota-kota di negeri kaum muslimin untuk diserahkan kepada raja-raja kafir. Dengan harapan, mereka bisa mendapatkan bantuan dari raja-raja kafir, dalam rangka melawan saudara-saudara mereka seakidah dan seagama.
Pada masa itu, Raja Alfonso VI tampil sebagai raja Kristen yang paling kuat dan berani terhadap negeri-negeri kecil kaum muslimin, dalam rangka menjajah negeri-negeri mereka. Dia mencengkeramkan kuku-kukunya dengan kuat di negeri-negeri kaum muslimin, dan memerangi para penduduknya secara keji.
Menyaksikan kondisi demikian, salah seorang raja negeri kaum muslimin yang terkenal bernama Al-Mu'tamid Ibnu Abbad memutuskan untuk meminta bantuan kepada saudara seakidah dari Dinasti Murabithin, dari kalangan penduduk Maghrib, dan pemimpinnya saat itu adalah Yusuf bin Tasyfin Rahimahullahu.
Al-Humairi menulis di dalam Ar-Raudh Al-Mi'thar, "Ibnu Abbad mengambil inisiatif sendirian untuk menyusun rencananya dengan partisipasi Yusuf bin Tasyfin. Kemudian raja-raja negeri-negeri kaum muslimin melihat rencana Ibnu Abbad tersebut. Di antara mereka ada yang menyuratinya, dan ada yang berbicara langsung dengannya. Semuanya memperingatkan Ibnu Abbad akan dampak buruk dari rencananya itu. Mereka mengomentarinya, "Raja yang gagal, sesungguhnya dua bilah pedang takkan bisa bersatu di dalam satu sarung." Ibnu Abbad menjawab mereka dengan kata-katanya yang terkenal, "Demi Allah! Seandainya aku harus menggembala unta milik Ibnu Tasyfin, maka hal itu lebih baik bagiku ketimbang aku harus mengurus babi-babi milik Alfonso!"
Ibnu Abbad dikenal sebagai orang yang kokoh menggenggam akidahnya. Lisanuddin Ibnul Khathib menceritakan di dalam A'mal Al-A'lam, "Ar-Rasyid bin Al-Mu'tamid bin Al-Abbad berkata kepada ayahnya, 'Mohon bersikap cermat terhadap orang Kristen. Jangan engkau tergesa-gesa mengizinkan masuk atas kami seseorang yang akan merampas kekuasaan kami dan mencerai-beraikan persatuan.' Sang ayah menjawab Al-Mu'tamid, 'Wahai putraku, jika aku mati di Maghrib sebagai seorang penggembala, maka hal ini lebih baik bagiku daripada aku menjadikan tanah Andalusia sebagai darul kufr. Kemudian aku akan dilaknat kaum muslimin sepanjang masa.' Sang putra merespons, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang telah Allah tunjukkan kepadamu.'"
Ketika itu, Yusuf bin Tasyfin menyambut baik undangan Ibnu Abbad. Dia bergerak melalui Spanyol Selatan, berhadapan dengan pasukan Alfonso di Zallakh dekat Badajos. Dengan kekuatan pasukan berjumlah 20 ribu orang, dia berhasil mengalahkan pasukan Alfonso. Namun sayang, Alfonso berhasil melarikan diri.
Dan sangat disesali, saat ini banyak orang mengklaim diri sebagai muslim, namun tidak meniru dan meresapi semangat al-walaa` wal baraa` yang ditunjukkan seorang Ibnu Abbad. Para pengklaim "muslim" malah dengan bangganya masuk bergabung ke dalam kubu kekafiran, bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam memerangi Khilafah Islam.
Demikianlah, para thaghut kontemporer senantiasa memerangi al-walaa` dan al-baraa` dengan berbagai cara. Mereka mempromosikan koeksistensi (hidup berdampingan) antara muslim dengan orang kafir, menciptakan dan menyebarluaskan berhala nasionalisme dan kebangsaan yang meniscayakan loyalitas, kecintaan, dan pembelaan kepada para putra bangsa, kendati mereka adalah orang-orang paling kafir sekalipun.
Dengan bantuan para ulama suu` (jahat) dan juru dakwah di pintu Jahanam, mereka menggagas pemikiran sesat penghormatan kepada orang-orang kafir asli yang memerangi Khilafah Islam. Dengan argumentasi batil, bahwa orang-orang kafir itu adalah ahlu dzimmah dan orang-orang yang terlibat perjanjian keamanan dengan 'kaum muslimin'. Pun demikian, mereka memberikan apresiasi kepada para pemerintahan dan orang-orang murtad atas dasar kebebasan berkeyakinan dan beragama. Dan sebaliknya, kaum muslimin muwahhidin diintimidasi, dibunuhi, diusir, dan dipenjara. Wallahul-musta'an.
Padahal, Allah Ta'ala berfirman, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (Huud [11]: 113)
Dalam ayat di atas, Allah menerangkan bahwa hanya dengan kecenderungan (ar-rukun) kepada orang-orang zalim, maka menjadi sebab disentuhnya api neraka, tidak mendapatkan penolong dan pertolongan, lalu terlebih lagi dengan orang yang menganggap kecenderungan kepada orang-orang kafir sebagai jalan hidup dan menjadikan orang-orang kafir sebagai partner untuk memberangus Daulah Islam? Apa gerangan dengan pemerintahan-pemerintahan murtad di negeri-negeri muslim yang memberikan bantuan finansial dan ide kepada orang-orang kafir untuk membunuhi mujahidin dan orang-orang bertauhid di Daulah Islam? Tentunya ini adalah kekafiran yang nyata dan sikap kecenderungan kepada orang kafir yang sangat dahsyat.
Wahai kaum muslimin, kemana perginya al-walaa` wal baraa`?! Di manakah sekarang sosok-sosok Al-Mu'tamid bin Abbad lainnya?!
Wilayah Al-Furat, 05 Ramadhan 1437

Tidak ada komentar:

Posting Komentar