Jumat, 05 Februari 2016

Hijrah : jujur dalam niat

Gugurnya ikhwah Ciputat yang menjadi efek dari permainan intelijen internasional dengan dibantainya shuqur el iz oleh JN saat itu semakin menguatkan pandanganku tentang kebenaran Daulah Islam saat itu. Alhasil kami berusaha merancang kembali sistem yang porak poranda. tersebut. Alhamdulillah, atas izinNya kami diperkenankan Allah merasakan hidup dalam naungan khilafah.

Cerita ini adalah sepenggal cerita dari hijrahnya kami sekeluarga ke bumi khilafah di tanah yg diberkahi

Beberapa bulan setelah syahidnya ikhwah ciputat, kami dimudahkan Allah membangun sistem yang akan dipergunakan untuk hijrah. Hampir setahun kemudian passpor sudah berada di tangan kami dan 12 orang lainnya.

Awalnya memang tidak gampang mendapatkan passpor tersebut. Mengingat saya adalah eks narapidana yang ditangkap densus 88 meski densus gagal mengkaitkan saya dengan pidana terorisme. Namun beberapa kesempatan sulit bagi saya bahkan untuk sekedar umroh ke tanah suci.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah membangun media. Bekerjasama dengan kawan kawan media lainnya kami membangun media dan jaringan informasi. Dengan media inilah saya mendapatkan posisi bergaining dengan rezim dan kekuatannya. Keluar masuk dan mendapatkan informasi tinggi adalah keseharian yang kami lakukan. Bahkan kami mendapat jaringan informasi dari berbagai pihak yang bisa dibilang menjadikan posisi kami dianggap bahaya oleh rezim. Semua hal tsb tak lain atas izin Allah swt.

Langkah kedua adalah membangun sistem yang akan kami persembahkan kepada Daulah Islam dan membantu proses hijrah kami.

Alhasil, dua langkah ini menjadikan petugas imigrasi Solo tak berkutik untuk mengeluarkan passpor kami ketika kami telah mendapatkan info dugaan suap dan permainan uang di lingkungan imigrasi tsb. Termasuk nama nama petugas yang diindikasikan mudah disuap.

Langkah selanjutnya adalah membangun sistem keamanan dan mempersiapkan fisik peserta hijrah. Menjelang tidur dan setelah tidur, semua peserta diminta untuk lari 2km sebagai bekal fisik. Kami juga berlatih beradaptasi terkait makanan.

Sistem keamanan kami bangun sebagai contoh tidak ada satupun peserta hijrah yg mengetahui persis tanggal keberangkatan kami. Bahkan orangtua kami hanya mengetahui bahwa kami hendak hijrah dan mengetahui hari sebelumnya. Kami juga membatasi komunikasi dan menggunakan satu jalur komunikasi. Serta memastikan jalur yang ada adalah bersih dan baru.

Langkah lain adalah diversifikasi. Pengalihan isu dan mencari alibi setiap kali ada seseorang atau pihak yang ingin mengetahui apakah saya hendak hijrah ataupun tidak. Hari hari terakhir sebelum hijrah, banyak alibi yang membuat orang lain meragukan niat hijrah ini. Misalkan kami masih mengurusi bisnis beromzet puluhan juta, aset yang belum terjual, hp dengan nomor yang biasa kami pakai kami tinggal dan masih aktif di Indonesia, dll.

Langkah terakhir adalah pembersihan. Kami sadar bahwa saya adalah eks narapidana yang ditangkap densus 88. Jangankan ke Suriah, beberapa kali saya mencoba umrah selalu gagal karena pemerintah Saudi tidak memberikan visa kepada saya. Oleh karenanya, kuat dugaan bahwa kuffar telah memasukkan nama saya dalam black list tersebut. Detik detik terakhir inilah Allah berikan pertolongannya dengan tim hacker yang sanggup bekerja mengacak acak imigrasi kedua negara. Jujur, politik adu domba saya gunakan untuk menjalankan tahapan ini.

Hari yang tertera dalam tiket tiba. Tim berkumpul setelah semalaman kami tidak bisa tertidur. Di pagi harinya, kami mengulang bai'at kepada amirul mukminin untuk taat hingga akhir, dan berbaiat maut diantara kami untuk tetap berusaha hijrah walau terbunuh sekalipun. Kamipun bermubahalah apabila ada yg berkhianat, maka Allah timpakan bala. Butir butir airmata menggenangi pipi kami sebelum berangkat. Kami berpelukan dan saling mengingatkan supaya tidak lepas dari dzikir kepada Allah.

Kami membagi tim menjadi tiga kelompok. Tim pertama adalah pembuka, tim kedua adalah inti, dan tim ketiga adalah penyelamat. Saya berada di tim penyelamat untuk mengontrol jalannya semua rencana hijrah.
pun andaikan saya tertangkap maupun terbunuh. Kami pastikan tim pertama dan kedua telah tiba di tanah hijrah dengan aman dan selamat. Kenapa terbunuh? itulah sumpah ansharut taghut yang gagal dalam pembuktian kasus saya di pengadilan dan beberapa kasus sebelumnya. Mereka bersumpah akan menghabisi dan membunuh saya dan tidak akan ada lagi penangkapan.

Hari H berangkat, kami 'bakar' tiket dengan jalur lain. Karena informasi intelijen yang kami dapat bahwa toghut mengetahui tanggal keberangkatan kami. Alhasil kami gunakan jalur lain hingga tiba di Turki. Tiket dengan total 35jt rupiah terpaksa hangus. Semoga Allah menggantinya dengan jannah.

Pada saat itu Allah butakan taghut taghut yang menunggu di lantai bawah bandara Soekarno Hatta. Mereka kebingungan tentang terminal mana yang kami gunakan untuk keberangkatan. Tim hacker yang membantu kami telah memastikan bahwa kedua tim telah berada di posisi aman. Saat itulah kami kembali melakukan diversifikasi yang menjadikan toghut mengira kami masih di Solo. Akhirnya mereka meninggalkan bandara tanpa hasil.

Istri kedua saya berangkat tidak bersama saya. Beliau berada dalam tim pertama yang membuka  perjalanan. Cerita beliau saat di cek pihak imigrasi adalah Allah getarkan hati toghut dan kuatkan keyakinan mereka.

Sedang saya berada di tim terakhir. Saat mengetahui bahwa tim pertama dan kedua telah tiba dengan selamat di istanbul dan mulai melanjutkan perjalanan, saya amankan jalur komunikasi saya dengan menonaktifkan alat komunikasi dan mengaktifkan alat pengacak terbatas dlm radius 3meter.

Allah selamatkan kami saat pemeriksaan imigrasi dimana anak terkecil kami perlu diganti popoknya. Dimana bau menyengat membuat petugas imigrasi tidak bisa berkonsentrasi mendeteksi identitas kami. Memang sebelum masuk ke terminal saya sengaja supaya anak dalam waktu yang diperhitungkan harus mengganti popok. Qadarullah itu terjadi. Meski kami yakin pula bahwa jamming system online telah dijalankan tim hacker.

Rupanya musuh Allah tidak berhenti disitu. Mereka mengirimkan seseorang berwarga negaraan Libya. Qadarullah ia kebingungan terkait foto yang dimilikinya terkait saya. Kecurigaan saya sederhana saja. Saat kusodorkan berita tentang ISIS di Libya, dan kubertanya padanya "bagaimana teroris ini bisa sampai ke Libya", ia bungkam kebingungan. Mungkin dipikirnya saya target yang salah... hihihi

Sesampai di Istanbul kembali Allah menolong kami dengan sikap lucu dari anak kami yang berlarian kesana kemari saat melewati pemeriksaan imigrasi. Sikap lucu ini menjadikan sebagian petugas kewalahan dalam 'menghadang' ananda, dan sebagian lain tertawa terpingkal pingkal. Alhasil, Allah mudahkan kami untuk melewati pemeriksaan itu.

Sesampainya di kota yang kami tuju, Allah berikan kami ujian. Pertama saya menderita demam dan yang kedua adalah kedua tim meninggalkan kami memasuki tanah khilafah. Demam ini adalah hasil siksaan toghut saat introgasi disaat saya tertangkap lima tahun silam. Bila kondisi dingin maka kepala saya menderita migrain hebat dan kelumpuhan. Saat itu kondisi suhu mencapai 1 derajat celcius. Alhamdulillah, di bumi jihad ini penyakit ini jarang muncul.

Alhamdulillah, saat itu Daulah Islam mengirimkan tim penjemput dan malamnya dalam kondisi lemah kami menyeberang ke perbatasan. Dalam kondisi demam dan istri pertama hamil kami terpaksa berlarian ratusan meter. Perbatasan tersebut dipisahkan dengan kawat berduri, dan beberapa ratus meter setelahnya ada rel yang melintas didepan kami. Sambil menggendong anak terkecil, saya sempat tersungkur persis didepan pagar kawat berduri. Sedangkan abangnya telah dibawa pergi ikhwan lainnya. Lalu beberapa ikhwah mengambil anak terkecil saya. Akhirnya saya bersama istri pertama berjalan pelan melewati perbatasan. Qadarullah dan nasruhu... petugas turki yang menyoroti kami dengan lampu hanya terdiam saat kami menyeberang dengan berjalan pelan. Allah kembali tolong kami dalam niat ini.

Saya hanya pasrah ketika saya berpisah dengan istri kedua yang beliau memasuki tanah hijrah dahulu. saya berpikir paling tidak satu bulan kami baru berjumpa. Dihari ketiga di tanah khilafah, Allah mudahkan saya bertemu dengan istri istri dalam suasana haru, rindu, lelah, dan bahagia.

Istri pertama saya adalah seorang anggota HT (a'dho) yang masih mengaji di hari hari terakhirnya di negeri kufur. Beliau kurang lebih 13tahun mengaji di HT. Dan Daulah Islam telah menunjukkan kepada kami bahwa inilah khilafah yang dinanti. Syariat telah dijalankan, dakwah dan jihad telah dilakukan. Dan khilafah menaungi semua masyarakat dan melayani dengan baik.