Rabu, 27 April 2016

LOYALITAS HANYA UNTUK ISLAM… BUKAN TANAH AIR!

Maktab Al Himmah

Daulah Islamiyyah

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam tercurahkan kepada Rosulullah, keluarga dan sahabatnya serta yang loyal kepadanya. Dan seterusnya:

Sesungguhnya termasuk yang paling berbahaya yang diwariskan oleh agresi pemikiran salibis modern terhadap muslimin adalah penanaman pemahaman-pemahaman yang rusak dalam jiwa mereka -di saat mereka lalai-, yang menghancurkan agama seorang hamba dari akarnya dan menghancurkan masyarakat muslim serta mengancam keberadaan Umat Islam! Dan di antara pemahaman keji yang ditanamkan di jiwa sebagian kaum muslimin itu adalah NASIONALISME.

DEFINISI NASIONALISME DAN ASAL HISTORISNYA

Nasionalisme secara bahasa berasal dari kata Wathan. Dan kata Wathan adalah rumah yang kamu tinggali. Dan dia berarti tempat tinggal manusia dan berlindungnya. Pluralnya adalah Authan.

Adapun secara istilah, nasionalisme adalah istilah yang muncul di Eropa saat terjadinya pergeseran pemikiran dan politik yang mengakibatkan kembalinya struktural masyarakat Eropa, dari masyarakat yang bahu-membahu di atas landasan sekte keagamaan (protestan, katholik, Ortodoks dan Armen) berpindah ke masyarakat yang bahu-membahu di atas landasan kebangsaan dan nasionalisme. Maka pada saat itulah lahir negara-negara nasionalisme yang diadopsi dari sekulerisme (Laadiniyyah) sebagai jalan hidup dan bentuk reaksi terhadap otoriter gereja, rusaknya para paus, rongrongan penguasa atas nama agama dan konflik antar-sekte yang menumpahkan banyak jiwa.

Nasionelisme -sebagai ideologi dan manhaj telah menemukan jalannya untuk diterapkan di Eropa- yang bersandar pada pemikiran (tanah air). Tanah air adalah negeri dimana bangsa manusia hidup di dalamnya, bersepakat untuk memberikan loyalitas untuk tanah air dan kedaulatan undang-undang postif (baca negatif) dan taat kepada penguasa.

Berdasarkan teori tanah air, maka setiap warga tanah air memiliki hak-hak yang berbeda dengan warga asing. Sebaliknya, warga tersebut membela sistem nasionalisme, ia loyal kepada yang diloyali sistem itu dan memusuhi yang dimusuhinya.

Inilah pokok ajaran nasionalisme yang dimasukkan oleh sekuler barat ke negeri-negeri Islam dan di”paksakan” oleh salibis kepada muslimin beberapa dekade lalu, setelah ia menjajah negeri kaum muslimin secara militer dan memaksa penduduknya untuk menganut prinsip yang menjadikan loyalitas seorang muslim diperuntukkan kepada negaranya bukan kepada agamanya, sehingga melemahlah jatidiri muslimin dan hancurlah kekuatannya dan pada kondisi itulah mudah bagi mereka untuk menguasainya.

Maka menyebarlah wabah nasionalisme yang busuk di tengah-tengah putera-putera Islam. Dan kaum muslimin -mayoritas mereka- hidup dalam masa yang panjang loyal kepada orang yang se-tanah air dan memusuhi orang asing (meskipun satu agama). Lalu muncullah istilah-istilah busuk yang merupakan pecahan dari nasionalisme seperti (Allah, Tanah Air Pemimpin), (Agama milik Allah dan Tanah Air milik semua), (Persatuan Tanah Air), (Utamakan Tanah Air), (Perlawanan Nasionalisme) dan lain-lain.

NASIONALISME ADALAH ANAK DARI KEBANGSAAN

Dari titik tolak awal, jika nasionalisme loyalitas di atas tanah air, maka kebangsaan (kesukuan) adalah loyalitas di atas bangsa (suku).

Kebangsaan berasa dari kata bangsa. Bangsa seseorang adalah kelompoknya dan keluarganya. Adapun kebangsaan secara istilah adalah ikatan masyarakat yang mengikat antara berbagai kelompok manusia yang memiliki kesamaan dalam karakter dan sifat seperti bahasa, warna kulit, etnis, sejarah dan lain-lain.

Kebangsaan adalah salah satu manhaj jahiliyah yang menyimpang yang menyerang negeri-negeri muslim setelah runtuhnya Khilafah dan hilangnya Negara Islam, di mana tumbuhnya pemahaman kebangsaan itu merupakan di antara faktor paling terdepan yang menghancurkan Aqidah Islam. Dan ia menjadikan keberafiliasian kepada bangsa (Arab dan Khalij/Teluk, Afrika, Turki dan lain-lain) sebagai dasar untuk berkumpul, loyal dan membantu! Dan dari rahim kebangsaan rusak ini lahirlah nasionalisme busuk. Prinsip keduanya sama dan statusnya sama.

HUKUM NASIONALISME DALAM ISLAM

Menurut apa yang dipaparkan tadi, bahwasanya nasionalisme itu berarti meninggalkan aqidah wala dan bara Islam dan menganut aqidah wala dan bara nasionalisme, maka nasionalisme adalah KUFUR AKBAR yang mengeluarkan dari Millah (Islam). Siapa saja yang menganut paham ini atau mendakwahkannya atau bekerja dalam rangka mengukuhkannya maka dia adalah MURTAD dari Dienul Islam. Poin selanjutnya akan menjelaskan sisi tersebut.

KERUSAKAN-KERUSAKAN AGAMA NASIONALISME

Pertama, nasionalisme menyekutukan Allah Ta’ala. Nasionalisme adalah dien bathil dan manhaj jahiliyah yang mengajak untuk menjadikan tanah air sebagai berhala dan thaghut yang diibadati selain Allah. Ia menuntut penganutnya untuk bekerja untuknya, berkorban dan berjuang di jalannya, membenci siapa saja yang berada di luar teritorinya meskipun orang itu adalah wali Allah. Memberikan loyalitas kepada siapa saja yang berada di dalam terirotinya meski dia itu tergolong orang yang paling kafir dan paling musyrik. Dengan begitu, nasionalisme menjadi tandingan yang diibadati selain Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya seperti cinta kepada Allah.” [Al Baqarah 165]

Kedua, nasionalisme itu menggugurkan Aqidah Al Wala wal Bara. Yang demikian itu dikarenakan prinsif Al Wal wal Bara di dalam Islam itu adalah berdiri di atas sikap pemisahan dan pemilahan antara kaum muslimin dengan selain mereka berdasarkan Dien. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya (wali) penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” [Al Maidah 55]

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” [Al Maidah 57]

Dan adapun orang-orang nasionalis, maka loyalitas itu bagi mereka adalah berdiri di atas prinsif ketanah-airan yang dibatasi wilayah tertentu. Dan ini mengharuskan untuk menghapus sekat-sekat yang telah Allah jadikan sebagai sebab syar’i untuk melakukan pemisahan dengan orang-orang kafir. Sedangkan prinsif ini adalah benturan yang jelas terhadap nash-nash syar’i.

Allah Ta’ala berfirman:

“Berikan kabar gembira kepada orang-orang munafiq bahwasanya bagi mereka adzab yang pedih. Yaitu orang-orang yang menjadikan orang-orqang kafir sebagai teman (pemimpin, kepercayaan dan teman sejati) selain orang beriman.” [An Nisaa’ 138-139]

Ketiga, nasionalisme itu menggugurkan hukum-hukum (status syar’i) negeri dan hijrah, yang demikian itu karena ia menjadikan ikatan tanah air di atas ikatan agama yang mengharuskan bercampurnya status orang. Di antara hal-hal yang telah ditetapkan oleh Syari’at ini adalah bahwa Negara Kafir yang ditinggikan di dalamnya hukum-hukum kafir adalah berbeda dengan Negara Islam yaitu ditinggikan di dalamnya hukum-hukum Islam dan berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Dan bagi masing-masing dari kedua negeri itu ada hukumnya yang membedakan, di antaranya wajibnya hijrah dari Negara Kafir ke Negara Islam. Adapun di agama nasionalisme maka tidak ada ruang dalam masalah ini sama sekali, karena warga negara tinggal di negaranya, bahkan membelanya meski negaranya kafir.

Keempat, nasionalisme itu menghapus perbedaan antara muslim dan kafir, sehingga bercampurlah antara sematan iman dan kekafiran, karena penjadian ketanah-airan sebagai dasar di dalam memperlakuan manusia adalah menghilangkan segala sekat yang dibangun di atas Dien, yang telah Allah jadikan sebab syar’i untuk membedakan manusia di dunia dan di akhirat. Sedangkan Nasionalisme itu meletakkan orang mu-min, kafir, orang baik dan fajir dalam satu level. Ini merupakan bentuk pendustaan yang nyata terhadap nash-nash yang QATH’IY, yang dia antaranya firman Allah Ta’ala::

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” [Al Qalam 35-36]

Dan di antaranya juga:

“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” [Shaad 28]

Kelima, nasionalisme itu menggugurkan Jihad Thalab (Jihad Ofensive/Jihad Ekpansi) : dan itu adalah salah satu jihad fi sabilillah yaitu memerangi orang-orang kafir di negeri mereka untuk meninggikan kalimat Allah. Adapun bagi orang-orang nasionalis, maka jihad tidak lain adalah membela batas-batas negara melawan agresi asing dan tujuan tertinggi mereka adalah menjaga persatuan tanah air. Adapun melampaui batas-batas teritori negara untuk menyerang orang-orang kafir sekitar, maka hal tersebut dianggap sebagai sikap aniaya dan penggangguan terhadap “Keamanan Nasional” negara tetangga dan memperburuk hubungan bilateral serta intervensi dalam urusan dalam negeri orang lain.

Ini adalah pengguguran yang jelas terhadap kewajiban jihad dan penolakkan terhadap hukum yang telah jelas dengan pasti dalam agama ini di dalam memerangi orang-orang kafir di mana saja mereka berada hingga hanya Allah semata yang diibadati dan kemusyrikan lenyap dari muka bumi serta hukum Allah ditegakkan.

Keenam, di dalam nasionalisme ada perpecahan dan perselisihan, dimana ia memecah-belah kaum muslimin dan menjadikan mereka memiliki identitas masing-masing menurut bangsa mereka. Setiap mereka fanatik terhadap tanah air, sejarah dan pusakanya. Ia memisahkan antara muslim Arab dan saudaranya dari muslim Ajam. Bahkan memecah-belah antara Arab itu sendiri. Seorang Irak berbeda dengan Suriah, Mesir dan lain-lain. Begitu juga ia membedakan antara muslim Ajam antara Kurdi, Turki dan lain-lain. Hal itu menyelisihi perintah Allah yang memerintahkan untuk bersatu, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala

“Berpeganglah (bersatu) kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” [Ali ‘Imran 103]

Dalam perintah tersebut adalah sentimen persaudaraan agama yang Allah sifati dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya hanya orang-orang beriman yang bersaudara.” [Al Hujurot 10]

Dan gambaran itu jelas tercermin pada sahabat radhiyallahu ‘anhu. Hamzah Al-Qurasyi, Bilal Al-Habasyi dan Shuhaib Ar-Rumi dipersatukan oleh Islam BUKAN tanah air.

Ketujuh, nasionalisme merupakan bagian dari seruan (klaim) jahiliyah. Islam memerangi klaim-klaim jahiliyah baik itu yang berkaitan dengan warna, jenis, suku dan tanah air. Dan tidak diragukan lagi bahwa paham kebangsaan dan nasionalisme itu seruan kepada selain Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Setiap orang yang keluar dari seruan Islam dan Al-Qur’an berupa nasab, negeri, jenis, sekte dan metode adalah bagian dari seruan jahiliyyah.” [Majmu’ul Fatawa]

Dan tidak diragukan pula bahwa para pengusung paham kebangsaan dan nasionalisme itu mengajak kepada kebangsaan, fanatisme nasionalisme jahiliyah, dan mereka itu berbangga-banggan dengan kearaban dan tanah air, sementara Islam berlepas diri dari mereka dan dari ideologi mereka yang kafir itu.



SYUBHAT DAN BANTAHAN

Selalu saja orang-orang nasionalis sesumbar kalau cinta tanah air itu bagian dari keimanan! Mereka mendendangkan bahwa kematian di jalan membela tanah air adalah syahid! Dan lain-lain dari syubhat yang mereka lontarkan.

Dan untuk menjawab itu kami katakan :

Adapun perkataan “Cinta Tanah Air Bagian dari Iman” maka ia bukan hadits dan bukan atsar. Dan ia itu batil secara sanad, sebagaimana isinya-pun batil! Ia adalah perkataan yang bertentangan dengan Syari’at karena ia telah menjadikan cinta tanah air itu menjadi salah satu unsur iman dan levelnya. Ini merupakan kelancangan terhadap Syari’at Allah Ta’ala. Bagaiamana bisa cinta tanah air itu disebut bagian dari iman jika tanah airnya merupakan Negara Kafir? Apakah seorang muslim mencintai kekafiran??

Adapun perkataan “Mati Membela Tanah Air adalah Syahid” maka ini adalah dusta yang jelas. Karena, jika kita menerima hal itu, maka orang-orang kafir yang membela tanah air mereka juga syahid. Lalu apa bedanya kita dengan mereka!

Sesungguhnya orang yang syahid itu adalah orang yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah sebagaimana hadits shahih menuturkan demikian. Adapun perkataan “Barangsiapa terbunuh mempertahankan tanahnya maka ia syahid” adalah tambahan (ziyadah) terhadap hadits (Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid, siapa yang terbunuh mempertahankan darahnya maka ia syahid, siapa yang terbunuh mempertahankan Dien-nya maka ia syahid dan siapa yang terbunuh mempertahankan keluarganya maka ia syahid) yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Timidzi dengan sanad yang shahih. Dan kami tidak menemukan tambahan tersebut di kitab-kitab hadits!

Jika saja itu benar! Maka bumi yang dibela oleh seorang muslim hingga ia terbunuh sebagai syahid itu adalah Negara Islam yang ditegakkan Syari’at Islam di dalamnya. Maka mujahid membelanya dan memerangi siapa saja yang menyerangnya untuk mempertahankan hukum-hukum Islam. Bukan semata-mata mempertahankan tanahnya, dimana terkadang bisa saja suatu saat ia menjadi Negara Kafir sebagaimana yang ada pada banyak negara pada saat ini!



PERINGATAN DAN NASEHAT

Kami tidak melewatkan untuk memberikan nasehat, dan kami tidak memungkiri bahwa seseorang itu mencintai tempat kelahirannya dan tempat ia tumbuh besar di dalamnya. ini adalah cinta yang bersifat naluri yang tidak diingkari kecuali oleh yang telah menyimpang fitrahnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah mengkhithabi Nabi-Nya shallallahu ’alaihi wasallam dengan firman-Nya

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” [Al Baqarah 144]

Adapun firman-Nya (Maka Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai) yaitu bermakna Kami palingkan dari Baitul Maqdis ke kiblat (yang kamu sukai) : Kamu cintai [Tafsir Ath-Thabari] yaitu Mekkah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wallam bersabda “Alangkah indah negeri, engkau (Mekkah) aku cintai, jika saja kaumku tidak mengusirku darimu, tentu aku tidak tinggal di tempat selainmu” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi ia berkata : hadits hasan shahih gharib] dan ini adalah pernyataan darinya shallallahu ‘alaihi wasallam akan cintanya terhadap tempat kelahirannya dan tempat ia tumbuh.

Kecintaan semacam ini sebagaimana bentuk-bentuk kecintaan lainnya yang bersifat naluri adalah tidak dilarang dan tidak juga dibenci, akan tetapi dengan syarat tidak melampaui batasnya dan tidak berseberangan dengan perintah dan larangan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya‘. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [At Taubah 24]

Kecintaan seseorang kepada dirinya, keluarga, suku, harta, tanah air adalah cinta yang wajar yang tidak diharamkan oleh Syari’at ini, selama tidak melampaui batasnya. Sedangkan pelampauan batasnya dalam hal ini adalah pengedepanan kecintaan macam-macam itu di atas kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah.

Di antaranya bahwa seorang muslim itu diperintahkan untuk hijrah dari negeri yang ia tidak mampu untuk menegakkan agamanya di dalam negeri tersebut, meski negeri itu tempat kelahirannya dan ia cintai. Sungguh sebaik-baik manusia (shallallahu ‘alaihi wasallam) dan sebaik-baik generasi (Sahabat) telah melaksanakan perintah Allah ketika mereka hijrah meninggalkan negeri yang mereka cinta (Mekkah), harta yang mereka kumpulkan, keluarga dan kerabat menuju negeri yang baru lagi asing bagi mereka (Madinah), di mana mereka tidak memiliki famil di sana dan juga tidak memiliki harta. Mengapa? Karena ia adalah negeri Islam.

Pada hari ini ketika Allah memberikan karunia kepada kaum muslimin dengan dideklarasikannya Khilafah Islamiyyah di Irak dan Suriah serta di wilayah lainnya, maka negeri-negeri Khilafah menjadi negeri hijrah dan jihad. Wajib bagi seluruh muslim yang bermukim di negara-negara kafir (seperti negara Arab pada hari ini) untuk berhijrah ke Daulah Islamiyyah dan meninggalkan negeri-negeri mereka. Dan tidak berguna lagi beralasan dengan kondisi lemah di mana Allah Ta’ala berfirman tentang kedustaan mereka

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dari bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya ialah Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. [An Nisa’ 97]

Ini adalah ancaman keras terhadap orang yang lebih memilih mencintai tanah airnya dan meninggalkan kewajiban hijrah. Maka, bagaimana dengan orang yang meninggalkan Negeri Islam ke Negeri Kafir?!! Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang mengaku Islam. Mereka yang meninggalkan daerah-daerah yang dikuasai Daulah Islamiyyah dan mengungsi ke daerah-daerah di bawah kendali rafidhah, sekuleris, salibis. Maka apa yang akan mereka katakan kepada Allah ‘Azza wa Jalla pada hari kiamat kelak?!

Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan hidayah kepada kaum muslimin untuk meninggalkan negara kafir dan hijrah ke negeri Khilafah Islamiyyah.

Alih Bahasa : Abu Bakar Al-Qahthani

Pemuraja’ah: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Senin, 18 April 2016

Wawancara Eksklusif Al-A’maq Dengan Seorang Pemuda Gaza Yang Bergabung Dengan Daulah Islamiyah

Wawancara Eksklusif Al-A’maq Dengan Seorang Pemuda Gaza Yang Bergabung Dengan Daulah Islamiyah
Abu Hanan untuk Al-Mustaqbal Channel menerjemahkan sebuah wawancara eksklusif yang dilakukan oleh reporter Al-A’maq News Agency dengan seorang pemuda Gaza yang bergabung dengan Daulah Islamiyah, Abu Azzam Al-Ghazzi. Wawancara terjadi di Halb, pada tanggal 26 Agustus 2014. Semoga bermanfaat!
Reporter al-A’maq : Bismillahirrahmanirrahim. Hayyaakallah (Semoga Allah memanjangkan umurmu), Akhi yang mulia. Selamat datang sebagai tamu kami di Wakalah al-A’maq al-Ikhbariyah. Kami ucapkan terima kasih karena Anda telah memenuhi undangan kami dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan kami.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Hayyaakallah wa baaraka fik (Semoga Allah memanjangkan umurmu dan memberkatimu), Akhi. Saya berharap agar Allah ta’ala menerangi mata hati kalian dan menjadikan kalian sebagai sebab bagi sampainya suara kebenaran kepada segenap manusia.
Reporter al-A’maq : Allahumma amin. Bisakah Anda, Akhi, menceritakan sekilas tentang diri Anda dan memperkenalkan diri Anda kepada kami.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Saudaramu yang membutuhkan karunia Allah, Abu Azzam, seorang muslim sederhana dari Gaza. Saya berhijrah untuk menolong agama Allah ta’ala dan untuk menolong orang-orang yang dizalimi. Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar menerima amal-amal kita dan memberikan keikhlasan kepada kita. Terlebih dahulu saya ingin menyebutkan bahwa saya tidak berbicara atas nama Daulah atau atas nama para tentaranya. Tetapi perkataan saya mewakili diri saya saja. Dan saya berharap agar kalian menghadirkannya secara lengkap tanpa memotong-motongnya. Inilah keyakinan kami terhadap kalian.
Reporter al-A’maq : Bergembiralah, Akhi. Saya merasakan dari perkataan Anda adanya permusuhan terhadap media-media informasi.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Tidaklah samar bagi kalian permusuhan media-media informasi terhadap Islam dan kaum muslimin secara umum, serta terhadap Daulah Islamiyah secara khusus. Kalian mengetahui dengan baik bahwa mayoritas media informasi –jika tidak seluruhnya– telah dipolitisasi. Ketundukannya kepada negara-negara dan pemerintahan-pemerintahan telah menjadi sesuatu yang sangat jelas. Ada yang berada di bawah kendali Qatar, Turki, dan yang sepakat dengan keduanya. Ada yang berada di bawah kendali Keluarga Salul (Saudi) dan yang sepakat dengannya. Ada yang berada di bawah kendali Iran dan yang sepakat dengannya. Ada yang langsung berada di bawah kendali Rusia, Inggris, Amerika, dan sebagainya. Maka wajar jika setiap channel, radio, atau koran mendukung orientasi politik negara yang mendirikannya atau ideologi yang dianutnya, seperti kapitalisme, sosialisme, atau shahwatiyah. Yang saya maksud dengan shahwatiyah adalah gerakan-gerakan yang memakai pakaian Islam, tapi pada hakikatnya menganut sekularisme sampai tulang sumsum. Saya tidak yakin bahwa salah satu dari negara-negara yang baru saja saya sebutkan kepada Anda merasa senang dengan apa yang dilakukan oleh Daulah Islamiyah dan apa yang ingin dicapainya, yaitu mengembalikan persatuan kaum muslimin di bawah hukum syariat dan menghancurkan perbatasan-perbatasan yang ditetapkan atas mereka sejak puluhan tahun yang lalu. Meskipun negara-negara ini berbeda-beda dan memiliki orientasi politik yang berbeda-beda pula, namun semuanya sepakat untuk memerangi Daulah Islamiyah –semoga Allah menjayakannya.
Reporter al-A’maq : Dengan mudah kita bisa melontarkan tuduhan-tuduhan seperti ini. Tetapi apa bukti Anda atas apa yang Anda katakan?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Koordinasi di bidang politik, militer, dan media dalam memerangi Daulah. Dan juga apa yang kita dengar dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh negara-negara yang bermusuhan sepanjang sejarah seputar Daulah. Lihatlah Rusia dan Amerika bersepakat dalam apa yang dinamakan dengan Dewan Keamanan untuk mengeluarkan sanksi-sanksi terhadap Daulah. Lihatlah Hasan Nasrullata menyerukan persatuan bersama seluruh rakyat Lebanon untuk menghadapi bahaya ekspansi Daulah. Lihatlah Inggris mengumumkan kesiapannya untuk bekerja sama dengan Iran dalam menghadang ekspansi Daulah Islamiyah. Dan seruan yang sama juga dinyatakan oleh beberapa pejabat dari Keluarga Salul dan negara-negara Teluk. Bahkan orang-orang yang menamakan diri mereka dengan Al-Qaidah sekarang bergabung dengan kafilah ini! Semua ini mencerminkan terjadinya perubahan dalam keseimbangan politik dan strategi. Semua negara kafir di dunia bersatu dalam satu kubu, diikuti oleh sebagian dari kaum muslimin yang munafik dan terpedaya, untuk menghadapi Daulah Islamiyah, setelah sebelumnya masing-masing pihak dari mereka menuduh Daulah sebagai antek bagi pihak lain.
Reporter al-A’maq : Baik. Sekarang izinkan saya, Akhi, untuk bertanya kepada Anda tentang apa yang mendorong Anda untuk berhijrah ke sini dan berjihad bersama Daulah? Bukankah ada jihad di Gaza dan Palestina?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Pertama, Akhi, pertanyaan ini didasarkan pada konsepsi-konsepsi yang salah tentang syariat dan realitas. Dari pertanyaan ini dipahami seolah-olah jihad adalah tujuan individual bagi mujahid dan bukan sarana syar’i untuk mewujudkan perintah Rabb. Sebagaimana pertanyaan ini juga mengisyaraktan bahwa ada perbedaan di antara negeri-negeri kaum muslimin berdasarkan batas-batas ilusif dan tidak syar’i (ilegal) yang ditetapkan oleh orang-orang kafir terhadap kita dengan kekuatan senjata dan dengan perang pemikiran. Adapun pada hakikatnya, tidak ada sesuatu yang bernama Suriah, Palestina, Lebanon, Irak, apa yang dinamakan dengan Saudi, dan nama-nama lainnya. Semua ini tidak lain adalah negeri-negeri kaum muslimin yang dipecah-belah oleh orang-orang kafir dan diangkat di atasnya para tiran yang tunduk kepada mereka. Wajib atas kaum muslimin untuk menyatukan negeri-negeri ini di bawah hukum syariat. Dan jihad adalah fardhu ‘ain atas setiap muslim, sampai kita mengembalikan hukum syariat dari Cina sampai Andalus. Maka tidaklah layak bagi muslim yang mukhlis yang ingin merubah kondisi menyedihkan yang dialami oleh umat ini untuk mengungkung dirinya dan membatasi pikiran serta cakrawalanya dalam batas-batas sempit yang digariskan oleh dua orang kafir, Sykes dan Picot, ini. Tetapi wajib atasnya untuk menghancurkan batas-batas ini dalam hatinya dan berusaha menghancurkannya dalam realitas.
Adapun dari segi syariat dan realitas, jihad menurut syariat adalah berperang untuk menegakkan syariat Allah di bumi. Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam surat Al-Anfal: “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan sampai agama hanya bagi Allah semata.” Sebagaimana diriwayatkan dengan sahih dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallama bahwa seorang laki-laki datang dan bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, seorang laki-laki berperang demi ghanimah, seorang laki-laki berperang demi popularitas, dan seorang laki-laki berperang agar tempatnya dilihat. Siapakah di antara mereka itu yang di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama menjawabnya: “Barang siapa berperang agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi, maka dia di jalan Allah.”
“Sampai agama hanya bagi Allah semata” dan “agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi” artinya: agar syariat Allah tegak di atas bumi ini; seluruh bumi menaati apa yang diperintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang-Nya; di dalamnya didirikan had-had Allah ‘azza wa jalla tanpa basa-basi dan tanpa kita terpengaruh dalam melaksanakan agama Allah oleh celaan orang yang mencela; dan bahwa kalimat Allah menjadi yang tertinggi, bahkan terhadap orang-orang kafir di negeri-negeri mereka, sehingga mereka membayar jizyah kepada kaum muslimin dengan tangan mereka dalam keadaan tunduk atau mereka akan menghadapi ketajaman pedang.
Adapun apa yang berlangsung di Palestina, ia berbentuk konflik atas tanah, dan tujuan dari perang di sana bukanlah untuk menegakkan syariat Allah serta menundukkan manusia padanya. Buktinya, orang-orang yang mengklaim bahwa mereka mengusung proyek jihad di sana, ketika mereka menguasai Gaza, mereka menerapkan undang-undang yang sama dengan undang-undang konvensional yang dimiliki oleh Fatah. Mereka tidak menegakkan syariat Allah ‘azza wa jalla di sana. Mereka mengklaim bahwa mereka bertekad untuk menerapkannya, tetapi secara bertahap. Selain bahwa perkara ini tidak sesuai syariat, mereka juga tidak tulus di dalamnya. Bahkan sebaliknya, secara bertahap mereka mulai berpaling kepada orang-orang sekuler, hingga akhirnya mengantarkan mereka beberapa bulan lalu untuk membentuk pemerintahan nasional bersatu bersama orang-orang sekuler, dan jabatan presiden serta perdana menteri tetap menjadi milik gerakan Fatah yang sekuler! Ini sebenarnya sangat jelas bagi kami sejak permulaan. Tetapi kami menjelaskan perkara-perkara ini kepada orang yang sampai sekarang tetap tertipu dengan Hamas, proyeknya, dan efektifitas metode yang dijalankannya, di luar kesesuaiannya dengan syariat. Karena itu, para ikhwah yang mukhlis di antara putra-putra kelompok-kelompok itu bersama pemuda-pemuda kaum muslimin lainnya berusaha membetulkan arah dan mengorganisir usaha-usaha mereka dalam sebuah kelompok yang tujuannya adalah jihad demi meninggikan kalimat Allah ‘azza wa jalla. Tetapi usaha-usaha ini dihadapi dengan tindakan-tindakan represif yang berulang-ulang dari pihak Hamas yang membunuhi para ikhwah di banyak tempat, menangkap mereka, memburu mereka, merampas persenjataan mereka, dan melarang mereka untuk membalas serangan yang berulang kali terhadap Masjid Al-Aqsha yang diberkati, pembunuhan tawanan, dan kejahatan-kejatahan lainnya. Sebab, mereka tidak menginginkan munculnya kekuatan apa pun yang bertentangan dengan pemikiran mereka yang menyimpang dan perspektif mereka yang salah terhadap jihad. Mereka ingin memonopoli medan di sana untuk ijtihad-itjihad mereka dan perang-perang yang mereka jalani saja, demi menjaga eksistensi mereka dalam kekuasan.
Reporter al-A’maq : Kita akan kembali ke tema Palestina. Dan secara spesifik saya akan bertanya kepada Anda tentang perang Gaza yang terakhir. Tetapi sebelum ini, izinkan saya menyelesaikan bersama Anda tentang poin hijrah Anda ke sini. Kenapa Anda memilih Daulah Islamiyah dan tidak bergabung dengan Jabhah Nushrah misalnya? Apakah pilihan Anda ini memiliki hubungan dengan Palestina? Apakah di antara tujuan-tujuan kalian di Daulah Islamiyah adalah membebaskan Palestina? Apa saja langkah-langkah yang kalian ambil dalam rangka mewujudkan tujuan ini jika ada?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Saya akan menjawab bagian kedua dari pertanyaan Anda, Akhi, sebelum bagian pertama. Daulah Islamiyah ini, Akhi, tujuannya adalah mengembalikan semua negeri kaum muslimin ke bawah naungan syariat dan menegakkan hukum yang diturunkan oleh Allah, di samping menaklukkan negeri-negeri yang belum masuk ke dalam Islam, terutama Roma, pusat salib yang telah dikabarkan penaklukannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama setelah penaklukan Konstantinopel. Karena itu, secara otomatis pembebasan Palestina masuk ke dalam tujuan-tujuan periodik yang dimiliki oleh Daulah Islamiyah, sesuai dengan analisa saya. Dan saya yakin bahwa tidak ada gunanya membebaskan Palestina, seluruh Palestina, selama syariat Allah tidak ditegakkan di dalamnya dan selama ia tidak disatukan dengan negeri-negeri kaum muslimin lainnya. Lihatlah Mesir, Aljazaer, Pakistan, misalnya, dan semua negeri kaum muslimin tanpa pengecualian, negeri-negeri ini tidak dijajah oleh seorang pun tetapi menderita, karena hukum Allah ‘azza wa jalla tidak hadir dan tidak diterapkan di dalamnya.
Adapun langkah-langkah yang diambil oleh Daulah Islamiyah untuk membebaskan Palestina, secara sederhana adalah membangun kembali pangkalan-pangkalan perang dengan bentuk yang benar, dengan cara menyatukan kaum muslimin di negeri-negeri yang ada di sekitarnya dalam satu front di bawah kepemimpinan yang sesuai dengan syariat, membebaskan mereka dari para diktator, dan mendidik generasi-generasi mendatang berdasarkan pokok-pokok syariat. Taktik ini bukanlah sesuatu yang asing bagi kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama telah berhijrah ke Madinah dan membangun negara beliau di sana. Beliau meninggalkan Mekah dengan segala apa yang ada di dalamnya untuk kaum Quraisy. Sebab, beliau berencana untuk membersihkan Mekah dari kotoran orang-orang musyrik dan berhala-berhala mereka melalui pembangunan pangkalan yang kokoh di Madinah, yang kemudian menjadi titik tolak bagi kaum muslimin untuk menaklukkan Jazirah Arab dan seluruh dunia, bukan hanya Mekah. Sebagaimana saya ingin menyebutkan di sini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama memasuki banyak perang sebelum menaklukkan Mekah. Usaha beliau tidak hanya tercurah untuk membebaskan Mekah saja, sebagaimana dipikirkan oleh mayoritas kaum muslimin saat ini. Risalah Islam yang terwujud dalam upaya menyebarkan tauhid dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terlalu luas untuk dibatasi pada masalah pembebasan satu negeri di antara negeri-negeri kaum muslimin, betapa pun sucinya negeri ini bagi mereka, tanpa bermaksud mengabaikan masalah ini.
Sebagaimana taktik ini juga diikuti dalam sejarah kaum muslimin dalam menghadapi pasukan Salib, Tartar, dan lainnya. Mereka tidak merebut kembali satu negeri yang jatuh ke tangan musuh, termasuk di antaranya Baitul Maqdis, melalui perlawanan, tetapi melalui pembentukan tentara yang kuat di negeri muslim lainnya yang menjadi titik tolak bagi kaum muslimin untuk menghancurkan para agresor.
Kita kembali kepada bagian pertama dari pertanyaan Anda, tentang sebab saya memilih Daulah Islamiyah, bukan yang lain, seperti Nushrah misalnya, dan apakah itu ada hubungannya dengan Palestina. Jawabannya secara sederhana adalah bahwa Daulah Islamiyah adalah satu-satunya yang berusaha mewujudkan tujuan ini dengan kembali menyatukan kaum muslimin di bawah hukum syariat. Dan pembebasan Palestina masuk secara implisit ke dalam tujuan umum ini. Ini jelas dan tampak dari strategi Daulah dalam melakukan ekspansi dari hari ke hari ke semua arah, tanpa terpengaruh oleh celaan orang mencela dalam menegakkan agama Allah ‘azza wa jalla, dan tanpa memerhatikan pendapat umum yang berputar dalam orbit orang-orang kafir, ridha jika mereka ridha dan marah jika mereka marah.
Adapun FSA, Koalisi Nasional, dan Staf Gabungan, ibaratnya kami berada di satu lembah dan mereka berada di lembah lain. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap Islam atau Palestina sedikit pun! Tetapi sebaliknya, mereka ingin menjatuhkan Bashar, lalu mendatangkan pemerintahan sekuler dan mendirikan negara sipil demokratis yang loyal kepada Amerika, sebagai peganti pemerintahan Bashar yang loyal kepada Rusia. Dan mereka menerima dukungan dari Barat sebagai kompensasi dari mengerjakan proyek ini. Inilah sebab pertama yang mendorong mereka untuk mengkhianati kami berdasarkan perintah tuan-tuan mereka. Sebab, wajar jika proyek kami bertentangan dengan proyek mereka. Karena itu, mereka pun menyerang kami melalui media. Dan mereka tidak akan menemukan sesuatu untuk mereka katakan tentang kami kecuali teroris, ekstremis, dan pembantai! Apakah Anda menduga mereka akan mengatakan bahwa mereka berbeda dengan kami karena kami menginginkan Khilafah Islamiyah dari Cina sampai Andalus, sedangkan mereka menginginkan Suriah saja? Tentu saja tidak.
Adapun katibah-katibah (batalion-batalion) yang menamakan dirinya Islam, mereka itu tertipu oleh pendukung-pendukung mereka, yaitu Keluarga Salul, Turki, dan lainnya yang mempermainkan akal mereka dan berusaha meyakinkan mereka bahwa tujuan dari jihad di Suriah adalah menegakkan negara Islam yang moderat, atau lebih tepatnya negara shahwatiyah sekuler dengan baju Islam, dalam batas-batas Suriah saja. Itu sengaja mereka lakukan untuk menciptakan kerusuhan dalam jihad yang diberkati ini, dengan mengeksploitasi kebodohan banyak dari putra-putra kelompok-kelompok itu akan hukum-hukum syariat dan sejarah. Itulah kerusuhan yang dipelihara oleh pemerintahan-pemerintahan dengan tujuan untuk membatasi hukum syariat agar tidak berekspansi ke negeri-negeri mereka dan menggulingkan singgasana-singgasana mereka.
Reporter al-A’maq : Sampai sekarang Anda belum menyentuh Jabhah Nushrah.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Akhi, beberapa tahun lalu dan sebelum pendirian Daulah Islamiyah Irak, saya ingat Syekh Abu Abdullah Usamah bin Ladin rahimahullahu menyeru penduduk Palestina dan orang-orang yang ingin membebaskannya untuk bergabung ke medan Irak. Itu menunjukkan bahwa perspektif Syekh Usamah taqabbalahullah mendukung taktik yang baru saja kita bicarakan, yaitu membangun satu front bagi kaum muslimin yang terus berekspansi hingga berhasil mengembalikan Palestina dan setelahnya. Tetapi sekarang kita dikejutkan oleh penyimpangan para pemimpin Al-Qaidah dari perspektif itu. Sebab, mereka menjadi salah satu pihak yang paling keras memusuhi proyek ekspansi Daulah di Syam, dan mereka menyaingi Keluarga Salul dan orang-orang sekuler sendiri dalam serangan mereka yang ganas terhadap proyek ini! Bahkan mereka bersekutu dengan orang-orang sekuler itu untuk memerangi Daulah. Dan mereka telah membulatkan niat untuk memusnahkannya, bahkan dari Irak sekalipun! Saya di sini meminta kepada para pemimpin Al-Qaidah saat ini untuk menafsirkan kepada saya apa yang dimaksud oleh Syekh Usamahtaqabbalahullah dengan bergabungnya orang-orang yang ingin membebaskan Palestina ke medan Irak. Bukankah ini hanya akan terjadi dengan ekspansi para ikhwah dari Irak ke Syam hingga sampai ke perbatasan Palestina? Atau mereka akan terbang di udara dan membebaskan Palestina? Maka tidak mungkin bagi saya, Akhi yang mulia, untuk bergabung dengan Al-Qaidah dan meninggalkan Daulah! Kami, Akhi, tidak beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla melalui organisasi-organisasi, nama-nama, atau tokoh-tokoh. Benar ada beberapa orang yang fitrahnya terbalik −dan sebagian dari mereka berhijrah bersama kami dari Gaza− yang menyerang proyek Daulah dan bersekutu dengan para penganut shahwatiyah, Saluliyah, dan sekularisme dalam melawannya. Melalui media-media sosial, mereka mencela Daulah, akidahnya, kebijakannya, dan syekh-syekhnya, dalam perkara yang menunjukkan kemunafikan yang tertanam dalam hari mereka dan kebodohan besar yang melekat pada akal mereka. Kita memohon ampunan dan perlindungan kepada Allahta’ala. Tetapi alhamdulillahi rabbil ‘alamin, para tentara Daulah tidak mendapat mudharat dari orang yang menyelisihi mereka. Kita melihat kebenaran perkara ini dalam kemenangan-kemenangan mereka yang berkelanjutan atas musuh-musuh mereka, meskipun ada perbedaan besar dalam jumlah dan perlengkapan, dan meskipun musuh dan front-front yang mereka hadapi sangat banyak. Dan kita melihat Allah ‘azza wa jallamenggagalkan proyek-proyek para penentang mereka. Dan Allah berkuasa atas urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.
Ada perkara lain yang kita tidak boleh lupa untuk menyebutkannya, yaitu bahwa saya memilih Daulah, bukan Nushrah dan lainnya, karena Daulah adalah yang paling banyak menimpakan kehancuran pada rezim Irak dan rezim Suriah. Dan Daulahlah yang berinisiatif menolong rakyat muslim setelah berbulan-bulan dunia menelantarkan mereka di sini di negeri Syam. Selain itu, proyek Nushrah menurut saya bersifat regional dan sempit, tidak mengarah kepada ekspansi kecuali untuk memerangi para mujahidin dan memusnahkan mereka dari Irak, sebagaimana baru saja saya sebutkan! Atau barangkali mereka melakukan ekspansi jika ekspansi mereka selaras dengan kepentingan-kepentingan Keluarga Salul dalam menghancurkan Hizbullata di Lebanon. Tetapi apa pun adanya, mereka tidak berani melangkahi garis-garis merah yang dimiliki oleh Keluarga Salul, media-media mereka, inkubator mereka, dan opini umum mereka.
Reporter al-A’maq : Tetapi sebagian orang menuduh kalian bahwa kalian telah merusak jihad di sini di Syam dan mengarahkan senapan kalian kepada para mujahidin.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Akhi, kami tidak berhijrah dari negeri kami untuk memerangi para mujahidin dan tidak pula untuk merusak Syam. Tetapi kami bersedih atas kezaliman dan penindasan yang diderita oleh kaum muslimin di negeri yang indah ini. Kami datang untuk menebus mereka dengan nyawa kami dan membebaskan mereka dari rezim yang jahat ini. Dan kami tidak menemukan yang lebih bersih daripada bendera Daulah Islamiyah untuk menumpahkan darah kami di bawahnya. Kami yakin bahwa darah kami itu tidak akan terbuang sia-sia, bahwa syariat akan tegak, dan bahwa batas-batas negara akan dihancurkan. Yang mengarahkan senapannya kepada para mujahidin adalah orang-orang sekuler dan munafik yang mengkhianati kami dengan bentuk yang sangat jelas. Tetapi setelah kami menyerang dan menghancurkan mereka, mulailah mereka menangis dan menjerit.
Telah jelas juga bahwa begitu kami selesai membersihkan front internal dari kalangan munafik dan murtad itu, kami langsung menyerang dan menghancurkan orang-orang Rafidhah dan Nushairiyah di Irak, Barakah (Hasakah), dan Raqqah. Dalam beberapa hari saja, kami menimpakan kepada mereka kekalahan-kekalahan strategis. FSA atau orang-orang munafik tidak dapat mewujudkan yang semisal dengannya dalam jangka waktu yang sama terhadap rezim selama beberapa tahun yang telah berlalu. Itulah yang menambah kemarahan mereka dan menimbulkan perasaan pada diri mereka bahwa merekalah yang merusak jihad dan merekalah rintangan serta batu sandungan di jalan proyek umat dan jihadnya melawan kezaliman yang menguasainya.
Reporter al-A’maq : Apa jawaban Anda terhadap orang yang mengkritik Daulah Islamiyah karena tidak membantu Gaza dalam perang terakhir?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Saya ingin bertanya kepada mereka: Apa yang telah mereka lakukan untuk menolong Gaza dan untuk menolong kaum muslimin di Irak dan Syam? Apakah Allah ‘azza wa jallamewajibkan jihad atas kami saja, sementara mereka tidak dimaksud di dalamnya? Daulah Islamiyah tidak bermain-main di sini. Ia telah menolong penduduk Syam ketika seluruh dunia berlepas tangan dari menolong mereka, padahal selama empat tahun ini mereka telah mengalami pembantaian oleh orang-orang Nushairiyah yang lebih buruk daripada pembantaian yang dialami penduduk Gaza sepanjang sejarah oleh orang-orang Yahudi yang jahat. Di mana saja mereka?
Reporter al-A’maq : Tetapi mereka tidak mendeklarasikan diri sebagai khilafah. Kalianlah yang harus mengemban tanggung jawab yang kalian meletakkan diri kalian di dalamnya.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Dalam surat Syekh Usamah taqabbalahullah yang saya sebutkan dalam jawaban saya atas pertanyaan Anda yang terdahulu, Syekh Usamah mengatakan secara eksplisit bahwa jihad di Irak adalah jihad di Palestina. Saya meminta para pembaca yang mulia agar memahami bahwa kami berusaha memberikan solusi radikal bagi permasalahan Palestina dan bagi permasalahan-permasalahan kaum muslimin secara umum. Mereka tidak boleh berpikiran dangkal dengan menyangka bahwa jawaban atas apa yang berlangsung di Gaza adalah dengan aksi-aksi pengeboman atau aksi-aksi istisyhad yang menyasar orang-orang Yahudi. Semua ini adalah obat penenang. Adapun obat yang efektif bagi permasalahan ini adalah menghilangkan negara Yahudi dari atas peta. Dan barang siapa menyangka bahwa negara ini bisa hilang ketika negeri-negeri kaum muslimin tercerai-berai dan ketika masih ada para diktator seperti Keluarga Salul di Jazirah, Assad di Suriah, Abdullata di Jordan, Sisi di Mesir, dan para diktator lainnya yang mencengkeram leher umat, maka dia hanya berhayal.
Reporter al-A’maq : Apa yang Anda maksud dengan kata “obat penenang”? Dan bagaimana Anda melihat perang Gaza yang terakhir dan kemampuan bertempur yang dimiliki oleh Hamas, Jihad Islami, dan yang mendukung keduanya di sana?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Izinkan saya memberikan penjelasan rinci di sini, Akhi yang tercinta.
Reporter al-A’maq : Silahkan.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Janganlah Anda, Akhi, berpaling kepada pembesar-besaran yang dilakukan oleh media terhadap gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi itu selama dua perang terakhir di Jalur Gaza. Tidaklah samar bagi semua orang bahwa permasalahan Palestina −sayang sekali− telah menjadi kendaraan bagi setiap orang yang ingin membuat dirinya berkilau dan memasarkan politiknya kepada putra-putra umat Islam. Mulai dari golongan nasionalis-sosialis, seperti Abdunasser, Saddam, dan lainnya, lalu golongan Rafidhah yang najis, seperti Iran dan Hizbullata, sampai berakhir −tapi bukan terakhir− kepada Ikhwan Muslimin, Turki, dan Qatar. Setiap orang yang ingin memasarkan dirinya kepada putra-putra umat dan membuat politiknya berkilau akan berusaha memasuki hati kaum muslimin melalui pintu emosional yang menggoncang perasaan mereka, yaitu permasalahan Palestina. Karena itu, setiap kali serangan dilancarkan terhadap Gaza, perhitungan-perhitungan politik dan regional memainkan peran dalam membesar-besarkannya, untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan hasil-hasilnya dalam realitas demi kepentingan kekuatan-kekuatan yang memperdagangkannya. Harus diingat bahwa kaum muslimin di sanalah yang mendapatkan kerugian terbesar, karena para politikus itu mencari makan di atas luka dan darah mereka tanpa mereka sadari. Bahkan kebanyakan orang, dengan keluguan mereka, menyangka pada para politikus itu mendukung dan membela mereka.
Ambillah sebagai contoh serangan yang dilancarkan terhadap Gaza pada tahun 2012 dan pelajarilah hasil-hasilnya dengan segenap obyektifitas. Apa yang terjadi? Tentu saja, media mulai menyorot pengeboman Tel Aviv dan mulai menggugah antusiasme pemirsa muslim ketika memaparkan di permulaan headline news bagaimana orang-orang Yahudi lari tunggang-langgang ke bunker-bunker, disertai dengan suara sang penyiar yang bergema dan dipenuhi kekaguman yang diikuti teoritisasi dengan mengatakan misalnya: “Hamas mengebom Tel Aviv dan ribuan penduduk berada dalam radius sasaran.”
Pencitraan ini menipu orang-orang yang lugu dan baik di antara kaum muslimin yang pada fase tertentu telah mencapai kekalahan psikologis dan tidak percaya bahwa mereka akan mengebom Tel Aviv pada suatu hari. Mereka tertipu karena dangkalnya pembahasan tentang hasil-hasil perang dan pemaparannya kepada mereka oleh media. Kemenangan dari segi militer hanyalah berwujud pengeboman sebuah kota di sini atau di sana, bahkan seandainya pengeboman itu tidak mengakibatkan jatuhnya korban atau setidaknya kerugian materi di tempat-tempat vital atau strategis meskipun kosong. Adapun dari segi politik, kemenangan dalam perang pada tahun 2012 yang lalu, misalnya, hanyalah berwujud beberapa mil laut yang dijanjikan oleh orang-orang Yahudi untuk mengizinkan para nelayan Palestina untuk masuk ke dalamnya untuk mencari ikan, serta beberapa jam yang ditambahkan pada jadwal kerja para petugas perbatasan setiap hari untuk memasukkan lebih banyak barang ke Gaza! Apakah untuk ini kita berjihad? Apakah untuk ini darah ribuan kaum muslimin ditumpahkan dan tubuh mereka dicabik-cabik? Demi sebuah pelabuhan atau bandara?! Itu jika mereka bisa mendesak orang-orang Yahudi untuk memenuhi tuntutan-tuntutan ini. Pada akhirnya orang-orang Yahudi tidak menerima tuntutan-tuntutan ini kecuali dengan diadakannya gencatan senjata tanpa syarat, atau dengan syarat bahwa masalah-masalah ini akan didiskusikan di kemudian hari. Itu berarti diabaikannya semua tuntutan ini. Dan mereka akan diam, karena tidak mampu memberikan tekanan secara efektif. Demi Rabbmu, inikah obat bagi luka kaum muslimin di Palestina? Bukankah ini hanya menambah penderitaan kaum muslimin di sana dan bukannya meredakannya?! Taukah Anda, Akhi, setelah berakhirnya perang yang lalu, apa di antara janji-janji itu yang dilaksanakan? Bahkan sebaliknya, ibaratnya tanah menjadi semakin basah, dan blokade terhadap kaum muslimin di sana menjadi semakin ketat. Dan tampaknya tuntutan-tuntutan yang sama diulangi dalam perang yang terakhir ini.
Akhi, di sini saya ingin sedikit mengikuti cara berpikir mereka yang sempit, untuk memperlihatkan kepada Anda dan membuktikan kepada pembaca bagaimana mereka tidak berhasil, bahkan dalam mewujudkan tujuan-tujuan mereka yang sederhana. Tahukah Anda bahwa permasalahan-permasalahan penting seperti penyerangan yang terus berulang terhadap Masjid Al-Aqsha, yahudisasi Al-Quds yang berwujud pengusiran kaum muslimin dari distrik-distrik dan rumah-rumah mereka dan penempatan para penduduk Yahudi sebagai ganti mereka, pembangunan pemukiman-pemukiman dan tembok pemisah, dan penyerangan yang terus berulang terhadap kota-kota di Tepi Barat, belum lagi tema ribuan tawanan dalam penjara-penjara; tidak satu pun dari permasalahan-permasalahan ini dan lainnya yang dikomentari oleh seseorang setelah kemenangan besar dalam perang yang lalu. Tuntutan hanyalah terbatas pada perbaikan kondisi Gaza dan pengangkatan blokade. Dan itu adalah sesuatu yang tentu saja tidak terwujud sedikit pun darinya!!
Tahukah Anda juga bahwa pembicaraan saat ini berkisar seputar gencata senjata jangka panjang, sebagai kompensasi pengangkatan blokade dan pengaktifan kembali pelabuhan serta bandara. Padahal, pada suatu masa dulu gencatan senjata jangka panjang ditawarkan oleh Hamas kepada orang-orang Yahudi sebagai kompensasi penarikan diri orang-orang Yahudi dari apa yang mereka namakan dengan tanah-tanah yang diduduki pada tahun 1967, Al-Quds, pemulangan para pengungsi, pembebasan para tawanan, dan pendirian negara Palestina dengan batas-batas ini. Tidakkah Anda melihat bahwa plafon tuntutan-tuntutan ini semakin rendah dan terus merendah seiring dengan perjalanan waktu, setiap kali mereka menjauh dari ruh syariat!
Reporter al-A’maq : Jadi apa solusinya? Apakah menyerah?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Pertanyaan ini, Akhi, seharusnya Anda ajukan kepada seorang pengkhianat yang duduk di rumahnya dan mengkritik berbagai hal dari atas sofanya; berada di bawah AC pada waktu pertempuran sedang dahsyat-dahsyatnya dan menyerukan solusi non-militer. Janganlah Anda mengajukan pertanyaan ini kepada orang yang berperang bersama sekelompok saudaranya di antara kaum muslimin yang datang dengan suka rela dari berbagai penjuru dunia untuk melawan musuh yang tidak kalah kekejaman, kekerasan, dan bahayanya terhadap kaum muslimin daripada orang-orang Yahudi yang jahat. Bahkan di antara kritik paling menonjol yang disampaikan oleh para penentang Daulah terhadap para tentaranya adalah apa yang mereka katakan sendiri tentang keberanian para tentara Daulah yang melampaui batas dan yang mengakibatkan kehancuran, sesuai dengan klaim mereka. Satu-satunya perkara yang tidak bisa dinisbatkan kepada para tentara Daulah, meskipun dalam bentuk kebohongan, adalah seruan mereka untuk menyerah. Hamba yang fakir ini hanya menyerukan solusi militer yang paling bermanfaat. Dan itu adalah dengan mengadopsi taktik yang benar dalam perang ini dan yang darinya diharapkan kemenangan dapat terwujud, yaitu berhijrah ke Daulah yang diberkati ini dan berjihad di bawah benderanya. Ini adalah perkara yang mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Atau menolong Daulah dari tempatnya dengan semua sarana yang tersedia, jika dia tidak bisa datang ke sini. Saya telah memberikan contoh kepada Anda dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama yang berhijrah ke Madinah Munawarah dan membangun di sana pangkalan yang kuat yang beliau jadikan sebagai titik tolak untuk menaklukkan Mekah dan Jazirah Arab setelah itu. Saya kembali menegaskan bahwa yang saya maksud dengan kemenangan bukan hanya pembebasan negeri-negeri kaum muslimin dari kotoran orang-orang Yahudi dan para penjajah lainnya. Seandainya kita berhasil membebaskan Palestina, seluruh Palestina, tanpa menegakkan syariat, maka ini tidak berarti sedikit pun. Sebab, ia akan menerapkan undang-undang konvensional yang sama yang sebelumnya diterapkan oleh orang-orang Yahudi di Palestina, disertai beberapa penyesuaian formal yang menyenangkan perasaan kaum muslimin. Ketika itu, tidak ada perbedaan antara pembebasan Palestina dalam bentuk ini dan pembebasan yang dilakukan oleh Sadat terhadap Sinai serta Hizbullata terhadap Lebanon Selatan. Kemenangan yang sebenarnya adalah ditinggikannya kalimat Allah ‘azza wa jalla di atas bumi dan bersatunya kaum muslimin di bawahnya. Inilah yang karenanya hamba yang fakir ini berangkat bersama saudara-saudaranya dan atas dasarnya mereka diperangi oleh seluruh dunia. Kalian telah melihat bagaimana Amerika telah melakukan intervensi melalui udara terhadap kami di Irak dalam bentuk yang jelas akhir-akhir ini, setelah kegagalan semua antek mereka dari kalangan Rafidhah, Nushairiyah, dan orang-orang murtad dari kalangan Ahlus Sunnah, baik Arab maupun Kurdi, untuk menghentikan ekspansi hukum Allah‘azza wa jalla di atas bumi, dan kegagalan mereka dalam menghalangi penyatuan negeri-negeri kaum muslimin.
Reporter al-A’maq : Apakah ada pesan yang ingin Anda sampaikan untuk terakhir kalinya kepada penduduk Gaza khususnya dan kepada kaum muslimin secara umum?
Abu Azzam Al-Ghazzi : Saya menyeru kaum muslimin secara umum dan penduduk Gaza secara khusus untuk bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, mempelajari agama dan akidah mereka, dan tidak tertipu oleh apa yang mereka dengar tentang kami di media-media informasi. Tetapi hendaklah mereka mendengar langsung dari kami dan mengikuti rilis-rilis Muassasah Al-Furqan serta serial Nawafidz min Ardhil Malahim dan Rasa`il min Ardhil Malahim yang diterbitkan oleh Muassasah Al-I’tisham. Saya juga menyeru mereka agar tidak mengikuti fatwa-fatwa para ulama jahat, syekh-syekh para penguasa, yang mengendurkan semangat (berjihad). Sebagaimana saya berpesan kepada mereka agar membaca sejarah secara luas, sehingga mereka bisa memahami perjalanan peristiwa-peristiwa saat ini. Dan saya berharap agar mereka tidak membuang-buang waktu mereka dan waktu umat mereka dalam eksperimen-eksperimen bodoh Ikhwan Muslimin yang telah membuang-buang bahkan darah mereka sendiri dan darah para pengikut mereka dengan sia-sia, dengan metode-metode dan eksperimen-eksperimen mereka yang gagal yang tidak menegakkan syariat, baik di Mesir maupun di Gaza. Tidak seorang pun dari kaum muslimin secara umum berani mengkritik taktik Ikhwan Muslimin ini di sana, karena dengan itu mereka akan dituduh sebagai agen-agen anti Hamas secara khusus, sementara mereka tidak mengadopsi taktik berbeda yang dapat menyelamatkan mereka dari tuduhan ini.
Reporter al-A’maq : Saya ucapkan terima kasih banyak, Akhi, atas kelapangan dada Anda dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dan kesabaran Anda dalam menghadapi sebagian darinya yang menggunakan kata-kata yang keras.
Abu Azzam Al-Ghazzi : Sebaliknya, Akhi, Anda telah melemparkan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk yang terlintas dalam benak kebanyakan kaum muslimin. Dan saya berharap semoga Allah ‘azza wa jalla telah memberi saya taufik dalam menjawabnya. Saya tegaskan sekali lagi bahwa saya tidak berbicara atas nama Daulah Islamiyah dan tidak pula atas nama para tentaranya. Tetapi perkataan saya mewakili diri saya saja.
Reporter al-A’maq : Saya ucapkan terima kasih banyak sekali lagi, Akhi. Sebagaimana saya ucapkan terima kasih kepada ikhwah yang mengikuti wawancara ini. Untuk lebih banyak mendapat tema-tema konstruktif, artikel-artikel analitis, dan breaking news dari jantung peristiwa, saya ajak kalian untuk mengunjungi halaman Wakalah al-A’maq al-Ikhbariyah (al-A’maq News Agency) di twitter dan facebook.Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
sumber : Al Mustaqbal Channel